Cerita Anak SMA: Pengumuman Masuk SMA

Lulus SMP dan melanjutkan ke SMA, merupakan kegembiraan dan kebahagiaan tersendiri. Mekanisme penerimaan siswa baru memang tidak seribet sekarang, hanya mendaftar bawa Danem dan Ijazah, sepertinya sih begitu kala itu. Lha daftarnya saja secara kolektif oleh Guru sekolah di SMP kok. Bismillahirrahmaanirrahiim from the bottom of my heart, sebenarnya aku ingin banget masuk SMA Negeri di Lamongan karena SMA favorite di Lamongan saat itu memang SMA 1 dan 2 Lamongan. Apalagi nilai danemku juga masih bisa nembus di sana. Tapi rasanya aku terlalu tidak tahu diri jika tetap menyimpan hasrat tersebut. Bisa melanjutkan ke SMA apalagi di Babat itu sudah hal luar biasa. Suatu hal yang prestise dan membanggakan untuk ukuran keluargaku bisa mengirim anaknya ke SMA di Babat.

Sebenarnya sih sudah di awali oleh kakakku, dia lulus SMA pas saatnya aku masuk SMA. Aku tidak tahu apakah aku masih bisa meneruskan ke SMA Negeri di Babat kalau Cak To belum lulus, karena menyediakan uang transport setiap hari untuk dua anak masih menjadi pengeluaran yang ‘mahal’ bagi orang tua kami. Untungnya tahun berikutnya, saat adikku lulus SMP, di kecamatan sudah ada SMA negeri sehingga adikku tetap bisa masuk SMA Negeri meski tidak di Babat. Dia sempat protes dan ngambeg, tapi ultimatum keadaan tak memberikannya pilihan selain menjadi siswa angkatan pertama di SMA Negeri Kedungpring yang cukup ditempuh dengan naik sepeda pancal akrena lokasinya bersebelahan dengan gedung SMP Negeri Kedungpring. Sekolah di Negeri bukan hanya soal prestise [yang tak pernah terlintas di benak kami], tapi lebih karena memang kualitas dan biayanya yang relatif murah dibandingkan jika sekolah di swasta.Karena sebagian besar kakakku tidak memungkinkan untuk masuk ke SMA Negeri yang paling dekat ya di Babat itu. Maka mulai dari Cak To, Aku dan Adikku mulai di semangati harus bisa sekolah negeri. No matter it takes !

Kembali pada cerita awal aku menjadi siswa SMA. Saatnya pengumuman penerimaan, aku sudah janjian dengan semua teman-teman yang mendaftar ke SMA Babat. Dan inilah merupakan awal aku akan menjadi Babat sebagai bagian dari aktifitasku sehari-hari. Sebelum-sebelumnya, pergi ke Babat merupakan hal langka, bahkan tidak pernah. Babat terasa sebagai kota yang jauh saat aku masih duduk di bangku SD dan SMP. Kalau saat masuk SMP aku merasa ‘sendirian’ karena dari SD anya aku yang melanjutkan ke SMP Negeri, maka tidak demikian di SMA karena jika semua teman-teman sekelasku mau atau bisa melanjutkan ke SMA, maka kami akan bertemu semuanya di SMA Negeri. Saat di SMP, angkatanku merupakan angkatan yang dijadikan program trial dimana semua siswa dengan Danem tertinggi [dari Sdnya] dijadikan dalam satu kelas yaitu kelas B. Selama tiga tahun kami bersama dalam satu kelas, sehingga sempat menimbulkan jelous dari kelas pararel lainnya. Dan ketika lulus pun, perolehan Danem kami dalam kategori papan atas dan andai jalan hidup kami sama, maka kami bisa satu SMA juga.

Hari itu, kami janjian berangkat bareng sehingga tak ada yang nyasar. Maklum aku buta sama sekali dimana lokasi SMA Negeri. Dengan naik angkutan desa yang lebih umum dikenal dengan sebutan colt, kami pun turun di Jagalan. Namanya memang aneh, karena di situ ada rumah pemotongan sapi. Dari Jagalan itu kami berjalan kaki dengan jarak tempuh hampir 1 KM. Langsung terbayang di benakku, inilah rute jalan kaki yang harus aku tempuh tiap hari untuk berangkat dan pulang sekolah. Karena kami jalan kaki beramai-ramai, maka tak terasa sampailah di gedung SMA Negeri yang selama ini hanya aku dengar dari cerita Cak To. Kami lantas menuju papan pengumuman, bukannya mer`sa sombong tapi sebenarnya aku sudah tak kaget jika di terima dan memang namaku terpampang di urutan nomer 41.

Dan semua teman-teman yang sekelas dari SMP pun diterima semua, tentu saja ada beberapa yang tidak mendaftar. Ada beberapa yang mendaftar di Bojonegoro, Lamongan, Paciran. Ada juga yang terpaksa melanjutkan SMA tahun berikutnya yaitu Suparto. Dia lebih dikenal dengan nama John Pelit, entah bagaimana asal ceritanya sampai dia dipanggil demikian. Suparto ini akhirnya menjadi adik kelas kami dan saat ini dia sukses mengabsikan ilmu dokter hewanya sebagai tenaga konsultan dan sudah menjelajah tingkat nasional sebagai pelopor di bidang peternakan. Oia, dia juga sempat masuk TV swasta dalam sebuah program Sarjana membangun desa [jika gak salah itu nama acaranya] dan pernah diminta jadi bintang iklan terkait dengan bidang peternakan. Selain Suparto yang delay masuk SMA, ada beberapa yang tak punya pilihan lain harus melanjutkan di SMA swasta yang ada di kecamatan Kedungpring saja dan sebagian lainnya lagi terpaksa tidak bisa melanjutkan ke jenjang SMA.

Hari itu, setelah melihat pengumuman dan mendapat brosur persyaratan untuk mendaftar ulang, kami pun menyempatkan berkenalan dengan sekolah baru kami. SMABA demikian singkatn yang ngetrend, yaitu kepanjangan dari SMA Negeri Babat sekaligus SMA Banjir karena jika musim hujan jadi langganan kedatangan luapan air. Luas areanya memang tak beda jauh dari SMP ku sebelumnya. Lantainya juga sama yaitu keramik warna abu-abu..bangku dan kursinya juga tak jauh beda. Tapi suasananya jelas sangat berbeda, jumlah kelasnya juga lebih banyak. Kantor untuk para gurunya juga lebih besar, ruangan BP juga terpisah, koperasinya juga lebih besar. Oia, ada musholanya..maklum saat itu di SMPku belum dibangun fasilitas mushola, sehingga kalau ada praktek sholat selalu dilakukan dilakukan di ruangan laboratorium biologi. Ruang perpustakaannya juga besar, ruang laboratoriumnya lebih besar dan lebih lengkap. Tempat parkirnya tak beda jauh dengan di SMPku sih. Mulai pembacaan pengumuman penerimaan murid baru SMA inilah babak awal Cerita Anak SMA dimulai...then story has begun here.. 

26 comments:

  1. Replies
    1. Hahahaha...let's see, apakah nanti ada cerita cinta monyetnya? Hemmm...ada gak ya?

      Delete
    2. ah,masa SMA....tak kan pernah terlupakan hehehe

      Delete
    3. Wahahahaha cinta nyemot. Haha monyet. Nanti bisa dikira sodaraan sama Stupid Monkey hhehehhehee, Pissssssssss

      Delete
    4. hahahaha..kita msh sodaraan kok sama tokoh stupid monkey-nya. hehehe

      Delete
  2. Masa SMA katanya masa yang paling indah ya.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. setiap masa ada keunikannya sendiri-sendiri..itu menurut saya

      Delete
  3. Replies
    1. BNtr lagi lebaran Mbak..reuniaann yukkk...hahaha

      Delete
  4. ehm.. ini lebih khusus untuk curhat sepertinya blognya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehhee..iya pada akhirnya blog ini harus menemukan iramanya juga. Kelamaan di anggurin kan mubadzir yaa

      Delete
  5. Wah beruntung sekali. Saya aja cuma ada beberapa biji foto waktu SMA susah sekali ngedaptinnya. Ada sih dari FB temen temen SMA saya dulu. Saya SMA di era taun 89 nan.

    Beruntung sekali yang udah punya foto seperti ini. Benar sekali, masa SMA adalah masa yang tidak akan terlupakan seumur hidup

    ReplyDelete
    Replies
    1. ALhamdulillah waktu jaman sekolah saya termasuk yg suka 'mengamankan' foto2 kebersamaan. Jd saya mmg punya banyak foto sama teman-2 sekolah...

      Delete
  6. Padahal kalaw saya saat SMA saya dahulu di era 89 ada kepikiran dokumentasikan tentu akan lebih berwarna lagi. Ah masa itu sudah lewat. Biarlah anak anak saya nanti jangan sampai dokumentasinya terbelengkalai.

    Sejak awal, kedua anak saya, sudah saya dokumentasikan baik film, atau pun video, Alhamdulillah

    ReplyDelete
    Replies
    1. sipp..sepakat Pak, lha dulu saya juga sesekali saja moto-moto. Wong kamera modal pinjam itu...trs roll pilemnya modal patungan . hehehe

      Delete
  7. Bagi saya SMA merupakan masa yang paling melelahkan karena sekolah saya jauh dari rumah sehingga kegiatan sore jarang saya ikuti. Transportasi waktu itu cuma "ngonthel cycle"

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga termasuk murid yg gak aktif di kegiatan ekskul karena di luar jam sekolah ada 'jam kerja' . DAn setiap hari jarak tempu jalan kaki dr turun coltnya sekitar 2Km [PP].

      Kalau naik sepeda masa SMP, karena sekolahnya masih dalam 1 kecamatan.

      Delete
  8. fotonya yang mana aku cari sambil berkedip kok ngga kelihatan

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya maap, mmg saya gak berada di depan tuh Pak. Makanya berani publish foto di era saya belum pake jilbab.

      Delete
  9. Replies
    1. hemm...tahun berapa yaa...hehehehe..#purak-purak lupa

      Delete
  10. Semasa SMA saya dilingkupi rasa bingung kemana arah hidup...beda dengan yang lain yang tahunya hura-hura doang,,,

    ReplyDelete
  11. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  12. mba riiee tadi sebelumnya salah komen abis ga baca sih hehe muupp, btw Awardnya di terima yak ;) http://nufadilah.blogspot.com/2012/08/and-winners-are.html

    ReplyDelete
  13. Cerita anak SMA hmm jadi ingat masa-masa ketika itu. hehe

    ReplyDelete

Berkomentar ataupun silent reader, tetap terima kasih telah singgah di Serat Pelangi. Tapi harap maklum jika komentar bersifat SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublish ya...So, be wise and friendly.